Penelaahan Protokol Penelitian oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK), Pentingkah?

Wawasan dan keingintahuan yang mendalam mengenai etika penelitian yang berkaitan dalam bidang kesehatan ini semakin terpicu setelah mengikuti Pelatihan Etik Dasar Lanjut yang dilaksanakan di Ruang Yayasan Universitas Baiturrahmah, Padang pada tanggal 14-16 April 2019. Hasil yang diperoleh dari keikutsertaan pada pelatihan etik dasar lanjut ini berupa pengetahuan dan pemahaman mengenai mekanisme dan cara menelaah protokol penelitian terutama pada penelitian klinis. Pelatihan dibagi menjadi tiga sesi utama yaitu: 1) Pembahasan pedoman penelaah; 2) Pembahasan kasus klinis dan 3) Tutorial aplikasi demo pendaftaran KEPK dan online protocol submit.

1. Pembahasan Pedoman Penelaah

Pelatihan sesi pertama membahas kronologis kejadian demi kejadian sehingga etik mulai dirasa perlu dalam penelitian-penelitian klinis. Hal ini bermula dari disorotnya berbagai pelanggaran etik yang sangat mencengangkan dunia. Salah satunya adalah yang terjadi pada pengadilan dokter Nazi Jerman di kota Nuremberg yang terbukti melaksanakan penelitian dengan paksaan terhadap tahanan di kamp konsentrasi Nazi. Kejadian ini berujung pada dikeluarkannya kode Nuremberg yang berisi peraturan fundamental dan universal untuk melindungi subjek penelitian. Dokumen ini merupakan dokumen Etik Penelitian Kesehatan (EPK) internasional yang pertama.

Peristiwa kedua yang menggemparkan dunia dan mempermalukan masyarakat ilmiah kesehatan terjadi pada tahun 1972 dengan terbongkarnya the Tuskegee Syphilis Study. Sejak 1930, selama 42 tahun, berlangsung suatu penelitian dengan tujuan mempelajari perjalanan alamiah (natural course) penyakit sifilis. Secara ringkas, terjadi suatu pelanggaran berat dalam etik penelitian pada saat penelitian sedang berlangsung. Pelanggaran tersebut adalah selama penelitian berlangsung, tidak memberikan penisilin ketika ditemukan sebagai obat yang sangat poten untuk mengobati sifilis, dan penelitian tidak dihentikan. Sebagai tindak lanjut, Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan AS membentuk suatu komisi yang menyampaikan laporan akhir yang dikenal sebagai The Belmont Report pada tahun 1976.

Pada laporan Belmont diutarakan 3 prinsip etik yaitu (1) menghormati harkat dan martabat manusia (respect for persons), (2) berbuat baik (beneficence), dan (3) keadilan (justice). Laporan Belmont juga menetapkan bahwa setiap lembaga yang melakukan penelitian kesehatan dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian diwajibkan memiliki Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK). Oleh karena itu perkembangan selanjutnya menitikberatkan pada penyempurnaan panduan telaah yang digunakan oleh dunia Internasional dalam menelaah protokol penelitian klinis.

Panduan utama yang sekarang digunakan masih memuat 3 prinsip etik berdasarkan laporan Belmont yang dijabarkan dalam 7 standar yang mendasari, yaitu: 1) Nilai Sosial; 2) Nilai Ilmiah; 3) Pemerataan beban dan manfaat; 4) Potensi resiko dan manfaat; 5) Bujukan (inducements), keuntungan finansial dan biaya pengganti; 6) Perlindungan privasi dan kerahasiaan; 7) Persetujuan setelah penjelasan atau Informed Consent. Keseluruhan aturan dan standard tersebut telah termaktub dalam acuan etik yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) yang berlaku secara universal (Gambar 1).

Panduan tersebut juga kemudian ditranslasikan dalam panduan regional yang berlaku di Indonesia. Panduan tersebut disusun oleh Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) yang diterbitkan pada tahun 2017 (Gambar 2). Pedoman tersebut diharapkan mampu melindungi subyek penelitian dari protokol yang diajukan oleh peneliti yang membahayakan subyek penelitian, baik secara psikis maupun fisik.

Selain pembahasan mengenai pedoman, sesi pertama ini juga membahas mengenai outline telaah protokol berupa poin-poin apa saja yang akan dinilai ketika suatu protokol akan ditelaah. Penelaahan protokol yang dianjurkan adalah yang berfokus pada isu etik, bukan pada metode penelitiannya. Kekeliruan yang seringkali dilakukan oleh suatu komite etik yaitu pembahasan ataupun koreksian yang lebih terfokus pada metode penelitian, bukan isu etik yang mungkin terjadi ketika penelitian tersebut dilangsungkan. Pedoman internasional, nasional serta borang telaah yang digunakan oleh KEPK juga telah diterima pada sesi ini.

Gambar 1 Panduan Telah Etik Penelitian Klinis dari CIOMS yang telah berkolaborasi dengan WHO

Gambar 2 Pedoman dan Standar Etik yang disusun leh KEPPKN

2. Pembahasan Kasus Klinis

Sesi berikutnya dari pelatihan ini adalah pembahasan kasus klinis yang ditelaah. Kasus yang diberikan kepada peserta pelatihan dalam bentuk ringkasan kasus. Jumlah kasus yang dibahas sebanyak 28 kasus. Peserta pelatihan diminta menelaah pelanggaran etik yang mungkin dapat terjadi berdasarkan ringkasan kasus yang diberikan. Sebanyak 28 judul kasus yang dibahas pada pada sesi ini yaitu:

  1. Observasional perawat RS
  2. Pengamatan pasien-pasien di RS
  3. Vitamin A dan diare pada anak
  4. Kesalahan error tenaga kesehatan di ICU
  5. Pencegahan efek samping di ICU
  6. Kualitas pelayanan keluarga
  7. Informasi genetim dan biobank
  8. Genetik dan kepekaan asap rokok
  9. Mengamati praktik perawatan bayi baru lahir
  10. Mempelajari perilaku kesehatan (pap smear)
  11. Peregangan fisik 7 standar
  12. Promosi praktek seks aman
  13. Partisipasi public HIV narkoba
  14. Uji klinis merekrut subyek
  15. Studi kualitatif  syndroma Tourette
  16. Studi kasus PSK
  17. Studi kasus proteksi uji klinis
  18. Studi kasus caries aborigin
  19. Penilaian pasta gigi
  20. Epidemiologi klinis profilaksis malaria
  21. Studi kasus vaksin malaria placebo
  22. RCT herbal gigi
  23. Melibatkan pasien penyakit kanker terminal
  24. Uji klinis placebo dopamine acak terkontrol RCT Parkinson
  25. Uji klinik bedah plastic
  26. Stem cell perspektif pasien
  27. Stem cell perspektif industri
  28. Stem cell perspektif klinisi

 

3. Tutorial aplikasi demo pendaftaran KEPK dan online protocol submit

Tutorial penggunaan aplikasi DEMO Sistem Informasi Manajemen Etik Penelitian Kesehatan dilaksanakan secara langsung melalui laman http://keppkn.kemkes.go.id/demo-sim-epk/. Tampilan utama laman pada aplikasi demo diperlihatkan seperti pada Gambar 3. Gambar 4 memperlihatkan laman utama yang akan digunakan untuk pendaftaran KEPK dan pendaftaran peneliti yang sebenarnya (http://sim-epk.keppkn.kemkes.go.id/). Data yang sudah terekam akan terintegrasi dengan sistem yang dapat dipantau langsung oleh tim KEPPKN dan Kementerian Kesehatan.

Gambar 3 Laman Utama Aplikasi Demo Pendaftaran KEPK dan Peneliti

Gambar 4 Laman Utama Pendaftaran KEPK

Proses pendaftaran KEPK secara resmi akan dimulai dengan tahap log in terlebih dahulu. Setelah itu, pendaftar akan diminta memasukkan nama anggota, sertifikat pelatihan, dan mengisi keterangan lainnya seperti institusi asal maupun NIK anggota KEPK yang akan didaftarkan. Pelatihan ini juga memaparkan mengenai langkah-langkah pendaftaran diri sebagai peneliti yang akan mengunggah protokol penelitian yang telah disusun. Dengan demikian, langkah mengunggah, mengoreksi maupun memberikan umpan balik semuanya telah dapat diselenggarakan secara online. Hal ini dapat sangat membantu dalam hal efisiensi pemakaian kertas. Gambar 5 menunjukkan tampilan secara online yang diperoleh sesaat setelah peneliti mengunggah protokol penelitiannya.

Beberapa hal yang dapat menjadi catatan yaitu dokumen yang diunggah oleh peneliti merupakan protokol penelitian, bukan lagi berupa proposal penelitian. Protokol penelitian merupakan dokumen yang berisi pertanyaan dan jawaban yang diberikan oleh peneliti. Form ini telah dirancang agar isu etik dalam suatu penelitian dapat lebih mudah ditemukan. Batas waktu keluarnya masukan dari KEPK yaitu sebanyak 25 hari setelah protokol diunggah. Waktu pengunggahan proposal akan tertera jelas pada sistem (Gambar 5). Keterlambatan umpan balik yang diberikan KEPK akan dapat dilacak oleh KEPPKN di pusat sehingga proses pengontrolan dapat lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, keterkinian perkembangan komisi etik di Indonesia ini rasanya perlu dapat kita terapkan bersama agar peran KEPK dapat berjalan dengan lebih optimal (@ujungpena).

Gambar 5 Tampilan pasca peneliti mengunggah protokol penelitiannya melalui aplikasi SIM-EPK

Dies Natalis FKIK UNIB 15

Profil Lulusan

E-Campus

Wisuda Online E-Paper Mail Unib E-Paper E-Learning E-Jurnal Portal Akademik Digilib

Pengunjung

Pranala Luar

Kemendikbud

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Free Medical Journal

Promoting free access to medical journal

Hindawi Pubishing Cooperation

Open Access journals across many areas of science, technology, and medicine

Ikatan Dokter Indonesia

Indonesian Medical Association - organisasi Profesi bagi dokter di seluruh wilayah Indonesia

MDPI – Open Access Publishing

MDPI (Multidisciplinary Digital Publishing Institute)